Covidnomic; Blogger dan Boom Ekonomi Dunia Datar

katrin-hauf-1LPk7QvZV4s-unsplash
(sumber gambar pribadi)

Ahli teknologi Melvin Kranzberg bilang, “Teknologi itu tidak baik, tidak buruk; dan tidak pula netral.” Kehadiran teknologi diiringi dengan dengan kegembiraan dan ketakutan, semacam gagap teknologi , alias “gaptek”, yang dengan cepat “tersembuhkan”. Terutama sejak masuk era Web 1.0, ketika jutaan orang merasakan sensasi belanja barang secara online menjadi sebuah kesenangan baru.

Kini sensasi dan penetrasi internet semakin menggila, terutama dengan kemunculan tren yang disebut Kosumerisme TI, istilah yang pertama kali dipopulerkan oleh Dougals Neal dan John Taylor di Forum Terdepan CSC pada tahun 2001, intinya, “teknologi telah merambah ke dalam rumah”. 

Ketika wajah pendiri Netscape, Marc Andreessen tampil di Majalah Time pada tahun 1996, era gegap gempita internet telah dimulai. Sebuah lompatan penting, sejak Badan Nasional Penerapan Superkomputer (NCSA) merilis Mosaic alias Netscape, tiga tahun sebelumnya (1993) sebagai browser web pertama, sekaligus “nenek moyang” internet.

Bahkan kini internet telah merevolusi cara kita berbisnis. Perbedaan antara “di rumah” dan “di tempat kerja”, menjadi kabur. Saat ini seseorang dapat bekerja di mana saja yang melahirkan istilah perusahaan virtual atau terdistribusi. Ponsel pintar dan tablet menggantikan komputer dekstop dan laptop sebagai cara utama yang dipakai orang terhubung dengan internet dan melakukan pekerjaan mereka, termasuk bertransaksi!.

 

Web 2.0 adalah eranya konsumen. MySpace, Friendster, dan Classmates.com di era awalnya memungkinkan individu terkoneksi secara daring. Popularitas penggunaan jejaring internet semakin meledak  dengan dukungan situs-situs ramah pengguna seperti LiveJourna, OpenDiary, WordPress, Blogger serta TypePad  yang menjadi era dimulainya popularitas blog dan kemudian YouTube menggenapinya dengan mem-visual-kannya. Literasi digital mengalami perkembangannya yang masif. Bahkan dalam perkembangan paling mutakhir menjadi medium tren baru bisnis online. Termasuk dalam kondisi ketika  merebak pandemi Covid-19 yang membuat dunia “terisolasi”. 

Cara jitu adalah menggunakan jaringan internet sebagai medium pendukung, termasuk dalam mempertahankan jaringan bisnis agar tetap survival dan dapat memenuhi kebutuhan dalam kondisi serba dipenuhi keterbatasan. (physical distancing, work from home, social distancing).

(sumber gambar pribadi)
(sumber gambar pribadi)

Blogger dan Peluang Covidnomic!

Ketika pandemi covid-19 muncul satu tahun silam, pada 23 Januari 2020, Wuhan menjadi salah satu karantina wilayah paling ketat di dunia. Kota di Provinsi Hubei ini diyakini sebagai awal mula penyebaran virus corona tersebut. 

Menurut data termutakhir, per tanggal 15 Juni 2021, saat ini diseluruh dunia terdapat 182 juta kasus, dengan 3,97 juta kasus kematian atau rata-rata 10.765 kematian per minggu. Indonesia mencatat 2,16 juta kasus, dengan 1,87 juta kasus sembuh dan 58.024 kasus kematian. Kondisi ini sempat menimbulkan chaos di banyak negara, baik dari sisi kesehatan , pendidikan, maupun bisnis yang menopang kehidupan.

Indonesia adalah salah satu dari 188 negara yang terinfeksi. Pandemi merubah tatanan segala aspek, termasuk kesehatan dan ekonomi. Perekonomian Indonesia mengalami pukulan berat akibat pandemi, menyebabkan pertumbuhan ekonomi terjun bebas di level negatif 2.07 persen. Prestasi terburuk sejak krisis moneter dan ekonomi tahun 1998. 

Kebijakan dan strategi mendahulukan masalah ekonomi melalui “new normal”, disamping menimbulkan biaya kesehatan yang besar, juga menumpulkan ruang gerak ekonomi itu sendiri. Ruang dunia usaha dianggap sebagai klaster yang tidak terbebas dari ancaman covid-19. Indikasi ini diperoleh dari hasil Survei Bank Indonesia yang menunjukkan keyakinan konsumen terhadap perekonomian yang semakin memburuk. Apalagi jika hanya mengandalkan program vaksinasi namun tidak diikuti dengan perbaikan strategi protokol kesehatan, 3 T (testing, tracing dan treatment) dan pengendalian mobilitas penduduk.

Inisiasi digitalisasi pasar menjadi sebuah solusi, meskipun membutuhkan proses. Tujuannya, Pertama; untuk mengurangi tingkat kepadatan pasar tradisional dalam kegiatan transaksi sehari-hari (physical distancing). Kedua; antisipasi kesiapan pedagang tradisional agar dapat bertahan dan berkembang dalam persaingan dengan pasar retail modern dan toko-toko online, melalui aplikasi marketplace.

Pemerintah harus mendukungnya melalui desain strategi berupa kebijakan dan regulasi. Mendesain roadmap digitalisasi pasar tradisional, membuat regulasi tentang; jaminan keamanan platform dan privasi bagi pengguna dan aturan main antara pemasok, pedagang, konsumen, pengelola pasar dan pemilik platform, agar tidak terjadi monopoli pada platform digital tersebut.

Peran para blogger makin penting sebagai penyebar informasi. Tentang covid-19 itu sendiri, berbagai kebijakan untuk mengantisipasi peningkatan covid-19, serta berbagai kebijakan pemerintah tentang potokol kesehatan  (prokes), program vaksinasi dan program penanggulangan Covid-19 lainnya.

Termasuk tentang berbagai peluang bisnis, jaringan pasar, berbagai kebijakan pemerintah yang men-stimulasi kelompok Usaha Mikro Kecil Menengah agar tetap bertahan dalam situasi prahara pandemi.

Para blogger dengan jangkauan dan komunitasnya yang luas di media sosial, dapat memanfaatkan medsos sebagai “penyambung pesan” yang efektif dan menjangkau semua segmentasi. Peran mereka tidak hanya sebagai pembaca aktif, namun para pegiat literasi yang memanfaatkan bakat, kreatifitas dan peluang dalam keterbatasan ruang gerak akibat pandemi. 

Dalam realitas yang termutakhir, pasar generasi millenial adalah pembelanja terbanyak di bidang e-commerce, mencapai 50 persen (usia antara 25-34 tahun). Lonjakan peluang  berbisnis dalam kriteria UMKM juga mengalami kenaikan hingga 250 persen. Bukan tidak mungkin, para blogger yang aktif meng-up date blog, juga termasuk dalam kelompok para “pejuang” kreatif bisnis tersebut. 

Dalam “lubang hitam” turbulensi ekonomi zaman covid-19, pastilah tetap akan ditemukan “lubang cahaya”. Tetap survive dan optimis!. Pasti Bisa!!.

(sumber gambar pribadi)

Blogging Sebagai Profesi

Menjadi blogger sepertinya memang terlihat mudah. Ada begitu banyak “pakar” di luar sana yang mengklaim bahwa mereka menghasilkan beberapa ribu dolar setiap bulan dari tulisan dan blog mereka. Blog mereka menjadi bisnis online yang sukses, hingga bisa membangun merek pribadi menjadi sangat populer. Semuanya terlihat begitu mudah, seolah tanpa usaha, seperti  terjadi hanya dalam semalam saja.

Jangan mudah hanyut dengan segala sesuatu yang instan!.

Blogging dan menulis, secara umum, adalah bisnis yang tidak mudah, kecuali kamu tahu rahasianya. Kebanyakan orang hanya akan memberi tahu hal-hal positif tentang pekerjaan ini, namun, semuanya tidak seindah dan semulus yang kita bayangkan, apalagi diawal merintis blog. Seorang blogger harus bisa membuka mata terhadap realitas sebenarnya.

Berikut sedikit rahasia, tentang beberapa kebenaran yang harus diketahui ketika merintis blog pertama mu!.

Mungkin kita berpikir, jika merintis blog dan memulai menulis akan langsung dihargai dan diminati oleh banyak pembaca. Namun, kenyataan tidak semudah itu, butuh waktu untuk membangun pengikut yang setia dan solid,  banyak aral untuk meretas jalan menjadi blog yang sukses, Begitupun tetap ada beberapa jalan pintas,  Masalahnya adalah banyak  blogger yang bermimpi serba instans dan mundur, ketika tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Semua orang ingin sukses, namun kebanyakan orang tidak mau bekerja lebih keras untuk mendapatkan jenis kesuksesan yang mereka inginkan. Menjadi seorang blogger, artinya kita harus bersabar dan bersiap kerja lebih keras untuk mendapatkan apresiasi atau bahkan penghasilan yang layak dari blog

Ketika pertama kali memulai Blogging, mungkin kita hanya menulis tentang topik dan situasi umum. Namun, ketika mulai membaca lebih banyak materi dari blogger yang sangat sukses, kita akan menyadari bahwa mereka memandang dunia jauh berbeda dari yang kita “bayangkan”.

Para Blogger menulis tentang pengalaman mereka dan hal-hal yang telah mereka baca atau dengar sebelumnya. Mereka melihat dunia melalui lensa seorang Penulis.

Jika kamu berniat mempelajari lensa seorang penulis, ada baiknya belajar dari beberapa cara penulisan dan sudut pandang pakar blogger terbaik seperti Gary Vaynerchuk (garyvaynerchuk.com), Rand Fishkin (seomoz.org), Brian Clark (copyblogger.com), Andrew Sullivan (thedishdaily.com), dan banyak pakar blogger professional lainnya.

Gaya penulisan dan topik yang anda pilih, menentukan komunitas yang akan anda bentuk, karena bicara blog selalu berkaitan dengan jaringan, jaringan dan jaringan. 

Terus-menerus dan konsisten mengembangkan jaringan merupakan hal yang sangat penting, terutama jika topik yang anda pilih tidak terlalu umum dan fokus pada satu-dua hal saja. Misalnya membangun blog untuk komunitas pecinta alam,  destinasi wisata, hobi yang berkaitan dengan alam dan semacamnya, sehingga pembaca akan tahu blog ini fokus membahas apa dalam sekali klik. Pembaca akan dengan cepat kembali mengunjungi blog anda ketika membutuhkan informasi yang se-ide dengan anda.

Bicara tentang menulis, bukan hanya tentang membagikan pemikiran atau tujuan kita dengan orang-orang, namun juga belajar dari orang lain dan saling menginspirasi. Bukankah besi menajamkan besi?.

Awal merintis sebuah blog, seorang blogger akan terobsesi dengan jumlah tepuk tangan dan pengakuan positif tentang artikel yang ditulis. Seakan-akan capaian itu adalah tujuan dari menulis. Kita mengira bahwa obsesi itu adalah puncak kesuksesan hingga “berhasil” menjadi blogger.

Seiring berjalannya waktu, kita akan menyadari bahwa menulis tidak melulu tentang tepuk tangan dan apresiasi, namun juga perjalanan yang kita jalani.

Karena ketika menulis tentang apa yang orang inginkan, bukan sekedar yang kita inginkan, akan mengekang profesi kita sebagai seorang blogger. Sejatinya blog bukanlah portal berita, blog adalah “rekam jejak perjalanan” yang patut kita bagikan, karena ada muatan positif didalamnya.

Intinya, teruslah mempelajari hal baru tentang kehidupan, orang lain dan diri sendiri. Itulah makna menulis dan blogging yang sesungguhnya. 

Bicara tentang blogging, bidang yang saya minati adalah ekonomi dan bisnis, maka passion dan style saya, sebagai seorang blogger lahir dari ranah tersebut. Opini dibangun sesuai fakta, berusaha tak berlebihan, namun  bisa membuat yang tak biasa, memiliki kekuatan makna “lebih” dimata pembaca.

(sumber gambar pribadi)

Bisnis yang Tak Pernah Tidur

Koran Economist edisi Februari 2000 menulis; ”internet kelihatannya menciptakan kemungkinan adanya bazaar skala dunia permanen, dimana tidak ada harga yang bertahan untuk waktu yang lama, semua informasi dengan cepat tersedia, serta pembeli dan penjual menghabiskan waktu bersama mereka untuk tawar -menawar demi mendapatkan penawaran terbaik.” 

Bahkan pada awal kemunculan era E-commerce, fenomena dagang melalui internet atau dagang online, disebut sebagai “bisnis yang tak pernah tidur”. Dalam komposisi model dagang online, pasarnya terbuka dalam lintas batas negara dan benua, meliputi segala macam jenis segmen pasar. Ketika Indonesia berada dalam “jam tidur”, Eropa dan beberapa negara lainnya justru sedang dalam kondisi “jam kerja”, sehingga memungkinkan transaksi dagang bisa terus terjadi, kapanpun tanpa batasan waktu  (timeless).

Bagaimanapun rasa takut terhadap perubahan teknologi tetap ada, Tom Friedman dalam buku The World is Flat-dunia yang datar, berargumen secara persuasif;  bahwa; “teknologi telah membuat arena bermain menjadi merata. Bisnis bersaing satu sama lain, tidak peduli dimanapun mereka. Hal ini diramalkan akan merugikan bisnis tersegmentasi di negara-negara maju, terutama untuk bisnis yang hanya mengandalkan keunggulan biaya”. Artinya bisnis konvensional akan mendapat perlawanan sengit dan sebuah ancaman masa depan yang suram.

Perusahaan konvensional dihantui semacam “sindrom”. Meminjam istilah Phil Simon, pakar teknologi, penulis buku Too Big to Ignore dan The Age of The Plaform, sebagai Sindrom Perusahaan Besar, yang runtuh jika tak berinovasi dan tak memanfaatkan Platform di era kekinian. Sebabnya tidak lain karena sisi liar geliat teknologi seringkali menciptakan gesekan persoalan ekonomi, sosial, hukum , privasi dan etika, sehingga membangun sisi yang menakutkan.

Begitupun, dalam turbulensi selalu ada peluang, begitu kata Peter F Drucker dalam bukunya, Managing in Turbulence Time. Bahkan bisnis kecilpun di era internet harus memaksa diri untuk belajar berpikir dan beroperasi secara transnasional. Dalam menghadapi masa turbulensi perusahaan besar dan multinasional harus membentuk bisnis dalam ekosistem kolaboratif, terus melakukan upskilling dan reskilling. Bisnis kelas dunia sekalipun harus kembali belajar berpikir dan berperilaku sangat berbeda.

Bagaimanapun sindrom perusahaan besar dan turbulensi akibat pandemi covid-19 harus dicerdasi. Realitas saat ini menawarkan sebuah potensi baru, era digitalisasi. Ketika platform mengarah pada perubahan sistem serba komputerized, atau mudahnya serba online. Bayangkan saja konsumen pasar online Indonesia yang dirilis oleh layanan manajemen konten HootSuite, dan agensi pemasaran media sosial We Are Social dalam laporan bertajuk “Digital 2021”, menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia pada awal tahun 2021 saja, sudah mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari tahun 2020 lalu. Jika total jumlah penduduk Indonesia saat ini saja, berjumlah 274,9 juta jiwa, artinya penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 sudah mencapai 73,7 persen.

Ini yang disebut Drucker sebagai “peluang dalam turbulensi”. Bukankah itu artinya sebuah pasar potensial bagi dunia bisnis dalam format platform baru yang lebih menakjubkan?. Era E-commerce kini bermetamorfosa menjadi jual beli online. Lantas dimana posisi kita dan apa yang harus kita lakukan?.

Pengguna internet berdasarkan Internet World Stats pada 2017, ada 4 milyar pengguna dari total penduduk 7 miliar populasi dunia. Dan 3 miliarnya merupakan pengguna aktif media sosial, dari komposisi tersebut Asia merupakan wilayah dengan jumlah pengguna internet terbesar mencapai 49,6 persen. Menurut data vpnmentor, jumlah transaksi B2C online selalu meningkat, dengan total penjualan retail e-commerce terus melonjak hingga mencapai 4,479 triliun US Dollar pada tahun 2021.

Sebagai tambahan, data Statista memproyeksikan total pendapatan dari pasar e-commerce Indonesia pada tahun 2019 mencapai US$ 18,8 miliar, tumbuh hingga 56% dari periode sebelumnya. Secara berturut-turut pertumbuhan e-commerce pada 2020 diprediksi sebesar 43,5% dengan nilai pendapatan sebesar US$ 26,9 miliar. Pada 2021, pertumbuhan e-commerce sebesar 30,6% dengan nilai pendapatan sebesar US$ 35,2 miliar. Pada 2022 pertumbuhan pasar e-commerce sebesar 19,7% dengan nilai pendapatan sebesar US$ 42 miliar dan 2023 tumbuh sebesar 11,9% dengan nilai pendapatan sebesar US$ 47 miliar.

Segmentasi pasar yang diproyeksikan mengalami pertumbuhan tertinggi terdapat di pasar mainan, hobi, dan swakriya sebesar 66,93% dari US$ 1,9 miliar pada 2018 menjadi US$ 3,2 miliar pada 2019. Pertumbuhan tertinggi kedua terdapat di pasar makanan dan produk perawatan pribadi sebesar 60,37% menjadi US$ 3,2 miliar dari 2018 yang sebesar US$ 2 miliar. Peluang ini sangat terbuka bagi kelompok Usaha Mikro Kecil Menengah.

Menurut  Brian Marshal, CEO dan Founder dari SIRCLO, memasuki tahun 2020, SIRCLO, perusahaan penyedia layanan solusi e-commerce (e-commerce enabler) memaparkan tiga tren industri e-commerce yang perlu diantisipasi oleh brand dan pemilik usaha.

Pertama, peningkatan daya beli dan engagement di wilayah luar pulau Jawa. Kedua, pertumbuhan industri e-commerce Indonesia didominasi oleh penjualan ritel yang terdiri dari beberapa kategori, seperti fesyen, consumer goods, maupun produk-produk kecantikan dan kesehatan. Ketiga, konsumen di era modern cenderung memiliki kebiasaan belanja yang memanfaatkan platform online sekaligus offline. Menurut data dari McKinsey, 20 persen pelanggan Indonesia biasanya melakukan riset produk di toko online sebelum akhirnya membeli produk di toko offline.

Brian menekankan bahwa peluang besar industri e-commerce Indonesia 2020 terbagi menjadi 3 pilar utama, yaitu: Pertama; Brand.com atau website yang dibangun khusus sebagai toko online sebuah brand. Membangun brand sendiri tidak bisa lepas dari membangun presensi dan identitas online dan salah satu cara utamanya adalah dengan membangun situs/toko online sendiri. KeduaMarketplace yaitu kanal yang memfasilitasi transaksi jual beli online, seperti Tokopedia, Shopee, JD.ID, dan Lazada. Dan KetigaPenyediaan Fitur Chat Commerceyang memfasilitasi interaksi penjual dengan pembeli melalui chat. Ini merupakan solusi dari transaksi reguler yang memakan waktu dan kurang efisien bagi kedua pihak. 

Dalam desakan pandemi, bisnis masih menyisakan ruang yang besar untuk terus bergerak, bahkan tanpa batas dengan dukungan sistem digitalisasi yang makin canggih. Tentu kita tak mau hanya duduk sebagai penonton, haruslah menjadi “pemain” potensial di garda depan!.

Post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Isi Pikiran Lainnya